Surabaya-|| 24 September 2025 - Jam'iyah Yasin Tahlil Syifa'ush Shudur Rusun Tanah Merah Surabaya, di bawah pimpinan Ibu Nyai Nurul Istiqomah, melaksanakan ziarah religi ke Makam Syekh Ihsan Jampes, Syekh Masyayikh Ploso, Marwah, Gumul, dan Alun-alun Kediri pada Minggu, 24 September 2025, pukul 06.30 WIB.
Sebelum keberangkatan, Ibu Nyai Nurul Istiqomah memberikan himbauan dan memimpin doa safar bagi 120 jama'ah Yasinta Shifa'ush Shudur. Doa tersebut dipanjatkan agar perjalanan menuju Kediri senantiasa diliputi berkah dan keselamatan dari segala marabahaya, dengan harapan "berangkat selamat, pulang selamat".
Dalam perjalanan menuju Kediri, Ibu Nyai Nurul Istiqomah berbagi kisah tentang Syekh Muhammad Ihsan bin Muhammad Dahlan al-Jampesi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi’I, atau yang lebih dikenal sebagai Syekh Ihsan al-Jampesi. Beliau adalah putra kedua dari pasangan pendiri Pondok Pesantren Jampes (kini bernama Pondok Pesantren Al-Ihsan), KH. Dahlan bin Sholeh, dan Nyai Artimah. Syekh Ihsan memiliki seorang adik bernama Marzuqi, yang kemudian meneruskan kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo.
Syekh Ihsan al-Jampesi lahir sekitar tahun 1901 di Jampes, Kediri, Jawa Timur. Pada usia 5 tahun, kedua orang tuanya berpisah, dan ibunya kembali ke desa asalnya di Banjarmelati, Kediri.
Kiai Sholeh Banjamelati, kakek Syekh Ihsan al-Jampesi, adalah seorang ulama yang berasal dari Bogor, Jawa Barat. Silsilah nasabnya konon masih terkait dengan seorang sultan di daerah Kuningan, Jawa Barat, yang merupakan keturunan dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Sementara itu, ibunya adalah putri dari seorang tokoh ulama di Pacitan yang merupakan keturunan Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16.
Popularitas kitab Sirojut Tholibin karya Syekh Ihsan al-Jampesi mencapai telinga Raja Faruq, penguasa Mesir pada tahun 1934. Raja Faruq kemudian mengirim utusan ke Jampes, Kediri, untuk menyampaikan keinginannya agar KH. Ihsan bersedia mengajar di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Namun, tawaran tersebut ditolak karena kecintaan Syekh Ihsan pada tanah kelahirannya.
Beliau memilih untuk mengabdikan diri kepada masyarakat melalui pendidikan. Dedikasinya dalam memajukan pendidikan Islam di wilayahnya sangatlah besar. Terdapat sebuah kisah menarik saat Kiai Ihsan mempersembahkan kitab Siraj Al-Tholibin kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Kisah ini diceritakan oleh Kiai Said Ridwan saat belajar Ibnu Aqil di Aliyah Tebuireng.
Suatu hari, KH Ihsan Jampes meminta Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari untuk mengoreksi kitab yang baru ditulisnya. Sebagai bentuk tata krama, Kiai Ihsan melepaskan sandalnya di pintu gerbang pesantren Tebuireng.
Saat Hadratussyaikh menemuinya, Kiai Ihsan menyampaikan permohonannya untuk mengoreksi dan memberikan sambutan atas kitab tersebut. Kitab yang masih berupa lembaran tulisan tangan itu diajukan kepada Hadratussyaikh.
Hadratussyaikh dengan sengaja mengambil beberapa lembar di tengah kitab tanpa sepengetahuan Kiai Ihsan, dengan tujuan menguji. Di hadapan Kiai Ihsan, Hadratussyaikh membuka lembar demi lembar. Kemudian, Hadratussyaikh menunjukkan halaman yang hilang tersebut dan meminta Kiai Ihsan untuk menuliskannya kembali di hadapannya.
Kiai Ihsan pun menulisnya dengan lancar, seolah-olah hafal seluruh isi kitab tersebut di luar kepala. Setelah selesai, Hadratussyaikh mengeluarkan lembaran yang disembunyikan dan mengoreksi hasil tulisan Kiai Ihsan.
Subhanallah, ternyata kedua tulisan tersebut sama persis. Akhirnya, Hadratussyaikh mendoakan keberkahan untuk kitab Sirajut Al-Thalibin. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pun takjub atas kecerdasan Kiai Ihsan.
Setelah bercerita, Ibu Nyai Nurul Istiqomah memimpin para jama'ahnya membaca sholawat Nabi dan berdzikir, senantiasa mengingat Allah SWT, agar perjalanan ziarah ini mendapatkan barokah dan syafaat dari Rasulullah SAW. Aamiien YRA.
( Morogus68 )
dibaca
Posting Komentar