Mengapa Sekolah di Kepulauan Tak Boleh Dipandang Sebelah Mata



Oleh: Hariyanto, S.Pd
( Guru SDN Angkatan 1 Arjasa, Kepulauan Kangean, Sumenep )

Dtikinformasi.com- Sumenep ||  Anak pulau tak butuh dikasihani—cukup diberi peluang yang sama.”
Ketika kita membicarakan pendidikan Indonesia, pusat perhatian seringkali tertuju pada sekolah-sekolah di kota besar, di daratan, yang fasilitasnya lengkap, guru-gurunya mudah diakses pelatihan, dan murid-muridnya dekat dengan sumber belajar. Namun, mari kita tengok ke ujung timur Kabupaten Sumenep—ke pulau-pulau kecil seperti Kangean, Sapeken, dan Masalembu. Di sanalah, berdiri sekolah-sekolah yang mengajarkan bukan hanya ilmu, tetapi juga perjuangan.

Sebagai guru di SDN Angkatan 1 Arjasa, Pulau Kangean, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana semangat siswa-siswi kami tak pernah padam, meski berada jauh dari pusat. Anak-anak ini belajar dalam kondisi serba terbatas: ruang kelas yang rusak, jaringan internet nyaris tak stabil, dan akses buku pelajaran yang datang terlambat. Namun anehnya, justru dari tempat semacam inilah, banyak lahir siswa-siswa berprestasi—di SMA, di perguruan tinggi, bahkan hingga meraih gelar doktor dan profesor.

Fenomena ini mestinya membuka mata banyak pihak: bahwa sekolah di kepulauan bukan tempat yang layak dipandang sebelah mata. Mereka bukan “beban negara”, melainkan ladang emas yang belum digarap serius. Mereka bukan pelengkap statistik pendidikan, melainkan wajah asli dari Indonesia yang sesungguhnya: tangguh, gigih, dan penuh harapan.

Masalah utama yang dihadapi sekolah kepulauan bukan pada semangat, tapi pada kesetaraan akses. Sinyal internet yang buruk membuat pelatihan guru online nyaris tak bisa diikuti. Fasilitas penunjang belajar seperti laboratorium, perpustakaan, bahkan meja dan kursi pun masih banyak yang rusak. Pemerataan guru juga jadi persoalan klasik—tak jarang satu sekolah hanya dijaga oleh dua hingga tiga guru, merangkap semua mata pelajaran.

Namun, di balik itu semua, kami tetap mengabdi. Kami mengajar dengan peluh dan doa. Kami percaya, pendidikan bukan soal lokasi, tapi soal dedikasi. Dan dedikasi ini, meski tak viral di media sosial, nyata hidup dalam ruang-ruang kelas kami yang bocor atapnya namun hangat semangatnya.

Jika Indonesia benar-benar ingin membangun dari pinggiran, maka kepulauan adalah ujian sesungguhnya. Jangan biarkan anak-anak di pulau-pulau terus berjuang sendiri. Sudah saatnya ada keberpihakan nyata: distribusi guru yang adil, fasilitas yang memadai, akses internet yang merata, dan perhatian pemerintah yang tidak bersifat sementara.

Pendidikan bukan hak eksklusif anak kota. Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa—baik yang sekolahnya di tepi jalan tol, maupun yang harus naik perahu setiap pagi demi mengejar cita-cita.

Maka izinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah pertanyaan retoris:
Jika anak pulau bisa berprestasi dengan segala keterbatasan, bayangkan apa yang bisa mereka capai jika diberi kesempatan yang setara.
Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

Samsudin

Pimrus Media Dtik Informasi. WA: 0838-5755-5501

Countact Pengaduan