Dtik informasi.com,- Sampang || Dugaan kasus pencurian kotak amal Masjid Jamik Madegan, Polagan, Sampang, hingga kini belum menunjukkan titik terang. Meski peristiwa ini telah dilaporkan dan terekam CCTV sejak awal Mei 2025, aparat dan pengurus takmir dinilai kurang serius menindaklanjuti. Sikap acuh dan komunikasi yang macet membuat penanganan kasus ini tampak mandek, dan meninggalkan pertanyaan besar di tengah jamaah.
Kejadian ini pertama kali diketahui pada Sabtu, 3 Mei 2025, sekitar pukul 12.00 WIB, tak lama seusai salat dzuhur. Mahsus Adraie dan Mattasik (alias Pak Rosi) adalah dua orang yang pertama kali melihat bahwa gembok kotak amal masjid telah terbuka. Mereka segera melaporkan hal itu kepada Moh. Gufron, pengurus takmir bagian pembangunan.
Saat itu, suasana masjid mulai ramai. Moh. Gufron langsung menghubungi teknisi CCTV bernama Hasib, karena diketahui sistem CCTV dalam keadaan rusak. Setelah hard disk diganti, rekaman CCTV berhasil diputar dan menampilkan dua orang pelaku yang diduga kuat membobol kotak amal. Rekaman tersebut kemudian dibantu dibaca dan diamankan oleh Moh. Nasir, yang juga melakukan backup sebagai bentuk antisipasi.
Namun proses pelaporan dan klarifikasi selanjutnya berjalan tak mulus. Barang bukti utama, yakni hard disk CCTV, sempat dibawa oleh pihak lain dan hasilnya tak memuat rekaman lengkap. Justru salinan backup milik Moh. Nasir-lah yang memuat visual lebih jelas dan durasi lebih panjang. Ia bahkan menyatakan kesediaannya menyerahkan data jika penyelidikan resmi dilakukan.
Sayangnya, bukan hanya dari sisi pengurus masjid, hambatan juga datang dari internal warga sendiri. Seorang warga bernama Dekkir justru diketahui menghalangi langkah dokumentasi dan klarifikasi data yang dilakukan wartawan. Akibat tekanan opini yang muncul, Moh. Nasir sebagai saksi teknis pun akhirnya mundur dari proses pendampingan dan enggan menandatangani pernyataan tertulis, meski ia tahu isi data dan pernah membantu menyelamatkan bukti.
Di tengah proses yang berliku, wartawan media ini juga telah berupaya mengawal jalannya informasi dan mendorong pihak aparat menindaklanjuti. Hingga kini, kasus ini telah naik status menjadi tahap penyelidikan dan ditangani oleh Unit Tipikor, dengan penyidik Bapak Muhlis dan pengarah teknis oleh AKP Andi Amin. Namun berdasarkan hasil konfirmasi langsung maupun melalui pesan kepada pihak kepolisian, informasi tetap mengarah ke jalur satu pintu melalui Humas Polres Sampang.
Permintaan klarifikasi sudah berkali-kali disampaikan kepada pihak Humas, baik secara langsung maupun melalui pesan. Setelah sesaat sempat merespons, pihak Humas kembali tidak melanjutkan komunikasi hingga hari ini. Tak ada penjelasan lanjutan, tak ada kabar perkembangan kasus. Bahkan Ketua Takmir H. Jatim Firdaus yang sebelumnya antusias saat wawancara langsung, kini tak lagi merespons saat dimintai klarifikasi lanjutan. Saat dihubungi, istrinya yang mengangkat telepon dan menyebut ia sedang sakit. Anehnya, dalam wawancara sebelumnya, meski mengaku sakit, H. Jatim tetap semangat bercerita. Bahkan saat bertemu langsung saat salat Jumat, berdampingan dalam saf, ia tidak menyampaikan sepatah kata pun. Diam. Dingin.
Janji klarifikasi ulang yang dijadwalkan hari Jumat tak ditepati. Dijanjikan kembali pada hari Minggu, nihil kabar. Hingga kini, tak ada upaya dari pihak pengurus maupun aparat untuk menjelaskan apapun kepada publik. Semua bungkam. Sementara wartawan yang sejak awal membantu proses dokumentasi, justru seperti dibiarkan mengawal kasus ini sendirian.
Padahal, upaya wartawan hanya ingin mendorong kejelasan proses hukum dan transparansi informasi. Bukan untuk mencari panggung. Tidak penting siapa yang menangkap pelaku, asalkan kebenaran bisa ditegakkan. Jika aparat dan pengurus masjid tidak segera bertindak dan terbuka, jangan salahkan masyarakat bila menilai kasus ini sengaja dibiarkan kabur.
Kini, genap satu bulan sejak laporan awal disampaikan. Namun belum sekalipun ada rilis resmi atau pernyataan terbuka dari pihak Humas Polres Sampang terkait perkembangan kasus ini. Tak ada jumpa pers. Tak ada kejelasan. Ketertutupan ini tidak hanya merugikan proses hukum, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen aparat dan pengurus masjid dalam menjaga amanah publik.
Kasus pencurian di rumah ibadah bukan perkara kecil. Apalagi jika bukti CCTV sudah di tangan. Ketertutupan justru menimbulkan curiga dan membuka celah spekulasi liar. Sudah saatnya semua pihak sadar: masyarakat tidak butuh janji, tapi aksi nyata.
(Din)
dibaca
Posting Komentar